Congo
Perjalanan kali
ini adalah menuju Congo, sebuah tempat di pedalaman benua Afrika yang dipenuhi
beragam flora dan fauna. Waktunya adalah hari minggu yang cerah seusai
mengantar salah satu teman melamar pasangannya untuk diajak hidup bersama
selama empat-limapuluh tahun ke depan.
Sama seperti
sebelum-sebelumnya, kendaraan yang kami gunakan adalah sebuah mobil dinas
berpelat merah. Anggotanya pun tidak jauh beda, yaitu enam lelaki yang sedang
giat-giatnya belajar fotografi. Hanya saja, ada satu tambahan lagi, yang di
mana dalam hal ini adalah merupakan makhluk yang disebut sebagai: perempuan.
Sekali lagi:
perempuan.
Dan, bukan
sembarang perempuan mengingat beliau ini seorang perempuan yang sedang berada
dalam usia cukup matang. Matang untuk dimasak, matang untuk dipinang.
Kondisi tersebut
diperparah oleh situasi yang sangat kondusif, sekaligus manipulatif yang
apabila diuraikan satu persatu akan menjadi sangat tidak nyambung dan saya juga
tidak mengerti dengan apa yang saya ketik. Namun, pada intinya, ada enam
laki-laki yang sejak mereka mengenal dunia fotografi, nyaris tidak pernah
mengabadikan perempuan berusia matang tadi sebagai sasaran lensa mereka.
Ralat.
Cuma saya
sebenarnya yang tidak pernah.
Dan damn…,
tidak sepatutnya saya bercerita langsung ke masalah inti. Harusnya
berputar-putar dulu. Tapi karena sudah kepalang tanggung, maka di kafe Congo
tersebut, si perempuan akhirnya dibidik berbagai kamera dari berbagai sudut
oleh berbagai lelaki.
Neng Rurie,
terimakasih sudah menjadi model perempuan pertama kami…
Congo Cafe, 29 Juli 2009