Don't Ask Me Why
Nyaris setiap
orang yang mengaku perhatian pada saya selalu bilang begini,
“Andi, tolong ya,
itu janggutnya dipotong.”
“Baiklah akan
saya tolong. Janggut siapa yang harus saya potong?”
Disebabkan saya
adalah seorang laki-laki yang tidak suka berbuat sesuatu hanya demi
menyenangkan orang lain, maka janggut saya pun selamat selama ini. Panjang dan
subur. Lebat dan rimbun. Meski, dibandingkan orang Arab, janganlah
dibandingkan. Bandingkanlah dengan Ahmad Dani.
“Janggut ini
tempat bergelantungnya para malaikat,” kata saya membela diri.
“Iya. Malaikat
pencabut nyawa, pencatat amal buruk, peniup sangsakala hari kiamat.”
Tetap saja, meski
dibilang begitu, janggut saya tetap bergantung di dagu.
Sebenarnya,
kenapa sampai memelihara janggut?
Jangan tanya.
Tidak akan saya berikan jawabannya. Dan baru-baru ini, saya mulai belajar untuk
tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diawali dengan kata kenapa.
Kenapa?
Karena saya
selalu saja menjawab dengan asal setiap kali ditanya demikian. Asbun. Asal
Buntit.
Kenapa?
Karena, toh,
apapun jawaban saya, mereka akan mendebatnya. Kadang mencibir.
Kenapa?
Karena manusia
kebanyakan sulit untuk menerima jawaban-jawaban paling sederhana dan atau
bersifat sangat pribadi. Sewaktu bertanya kenapa, pasti bukan karena ingin
tahu. Mereka sudah punya jawabannya sendiri atau sekedar sedang menguji. Lalu
memaksa agar jawaban sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran. Bahkan
terkadang, apapun alasan yang diberikan, toh tidak akan didengar.
Kenapa?
Karena mungkin
waktu kecil, orangtua mereka jarang di rumah dan mereka dibesarkan oleh
tetangga.
Kenapa?
Karena
orangtuanya sibuk cari uang buat biaya kuliah mereka belasan tahun ke depan.
Buat beli mobil, rumah dan berlibur ke Timbuktu.
Tuh kan, kalau
saya ditanya kenapa, jawaban saya ngalor ngidul selalu.
Tapi, hari ini,
saya memutuskan bahwa mulai nanti malam, janggut saya harus sudah dipotong
habis tak bersisa.
Kenapa?
Bukan karena
ingin memenuhi keinginan orang lain. Atau keinginan kamu. Bukan pula karena
dalam rangka memenuhi nazar setelah naik jabatan. Apalagi patah hati. Ini tidak
lain disebabkan sebuah insiden yang sering saya alami. Janggut saya selalu
menyangkut di resleting jaket.
Dan usah ditanya
bagaimana repotnya saya melepaskan satu persatu itu bulu janggut setiap kali
tersangkut.
Ah, tidak akan
lagi saya adu mirip dengan Ahmad Dhani.
“Once the people begin
to reason, all is lost.”
[Voltaire]