Jalan Bali
mentari bersinar tanpa pamrih
dia sudah puas melihat bunga yang bersemi
ya, aku juga tidak apa-apa
aku hanya ingin tahu, apa dia baik-baik saja…
[Khu Lung - Ho Ce Wen, Impecable Twins]
Ada sebuah tempat
di mana saya merasa begitu terikat. Tigabelas tahun sudah saya berada di sana.
Udara terbaik yang saya hisap ada di sana. Pohon-pohon tertinggi dan terindang
yang bisa saya temukan di kota. Jalan-jalan paling teduh. Tahun 1995, saya
masuk SMA di jalan Bali. Dan hingga hari ini, saya masih di jalan itu.
Teman-teman terlucu saya ada di sana. Inilah tempat kami berkumpul di waktu
sempit dan senggang.
Entah siapa yang
pertama kali memulai, di tahun 2004 muncul sebuah ide untuk memulai usaha
bersama. Jalan Bali no. 1 menjadi markasnya. Dan dua tahun kemudian, saya
terpaksa menjadi salah satu tuan rumah, menggantikan yang lama. Bagaimana lagi,
jika tempat ini dimusnahkan, di mana tempat kami berkumpul nanti?
Dasar si saya
yang punya prinsip “rugi sedikit ngga apa-apa”, hari demi hari bukan untung
yang diraih.
Lalu saya
putuskan, ini tidak bisa dilanjutkan. Seperti berpisah dengan pacar setia saja
rasanya. Saya sadar, begitu juga mereka. Tak ada lagi tempat singgah bagi kami
semua. Tak ada lagi tempat untuk sekedar mampir sepulang kerja. Masing-masing
kami harus mencari sendiri. Sekaranglah saat perpisahan yang sebenar-benarnya.
Saya memang tidak
pernah dewasa. Di usia begini, masih saja senang kumpul bersama.
Jalan Bali nomor
satu, tempat di mana saya pertama kali menulis cerita. Begitu juga yang ke dua
dan ke tiga. Sebuah ruangan kecil ada di sana yang diperuntukkan untuk saya.
Sebuah kantor kecil milik saya. Mimpi yang begitu sederhana.
Saya tahu, saya
tidak akan menangis karenanya. Saya sadar, ini adalah jalan yang harus saya
pilih. Mungkin bukan pilihan satu-satunya, tapi harus saya coba dan beranikan
diri. Harga yang harus saya bayar memang mahal. Mungkin saya akan terluka di
masa depan.
Biar saja.
Bandung, 01 Januari 2009