Monyet Berbulu Domba
“Pak, di mana
matahari disembunyikan setiap kali malam datang?” tanya seorang anak pada
ayahnya. Sok lucu dia. Dan
pura-pura lugu.
“Di bantal ibu,”
jawab si ayah sok romantis. “Biar
hangat dia tidur.”
Anak itu beralih
pada ibunya. “Ibu, di mana bantal tempat biasa matahari disimpan?”
Si ibu menjawab
dengan sok tahu, “Sedang Ibu jemur di pelangi. Baru saja ia selesai dicuci.”
“Pak, kapan
pelangi dapat kita lihat?”
“Tidak tentu,
Nak. Bergantung awan memutuskan kapan turun hujan.”
Si anak bertanya
lagi pada ibunya, “Bu, di mana bulan sewaktu siang hari?”
“Sedang dihangatkan
di dapur. Coba kamu tanya si Bibi.”
Si anak berlari
ke arah dapur. “Bi, katanya sedang menghangatkan bulan?”
“Iya. Mau kamu
cicipi?” si Bibi menyodorkan sepotong kue tiong chiu pia.
Si anak langsung
melahapnya. “Mmm… enak sekali, Bi. Dibuat dari apa ini?”
“Bahan utamanya
cinta, Nak,” Bibi menjawab seakan beliau seorang penyair. “Dicampur sesendok
teh rindu dan secukupnya cemburu. Dibuatnya harus tanggal tua saat menanti
turunnya gaji dan kekasih yang tak kunjung kembali.”
“Cinta itu apa,
Bi?” si Anak terus bertanya.
“Tanya kakakmu.
Dia tentu sudah tahu.”
Anak itu pun
berlari ke kamar kakaknya. “Kak,
apa itu cinta?”
Sang kakak malah
balik bertanya, ”Kenapa tanya Kakak?”
“Kata Bibi, Kakak
lebih tahu tentang cinta daripada dia.”
“Tapi kakak cuma
tahu cinta monyet. Dan monyet tentu lebih tahu itu daripada Kakak. Tutup
pintunya! Kakak sedang patah hati!” sang Kakak berteriak dengan galak.
Kemudian, si anak
pun pergi menuju Kebun Binatang terdekat dan mencari sekumpulan monyet di sana.
“Ada diantara kalian yang tahu apa itu cinta?” tanyanya pada mereka.
Seekor monyet
paling besar mengangkat tangan. “Cinta itu persis sama dengan yang
didefinisikan oleh Wikipedia, yaitu sebuah aksi atau kegiatan aktif yang
dilakukan manusia terhadap objek lain.”
Si anak mangut-mangut,
seakan ia sudah mengerti saja. “Lalu, apa itu patah hati? Adakah hubungan
antara keduanya?”
“Tentu, Nak,”
kali ini monyet berbulu domba yang menjawab. “Patah hati adalah perasaan kecewa
karena si objek lain tersebut hanya pasif saja, tidak balas melakukan aksi atau
kegiatan aktif.”
Merasa telah
dibekali pengetahuan yang cukup, si anak itu pun pamit untuk pulang. Tidak lupa
ia ucapkan terimakasih sebesar-besarnya.
Bandung, 23 Februari 2009