Arab Gundul
Selama ini, saya
paling sebal akan segala sesuatu hal yang berhubungan dengan tema…. Before
You Die. Seperti, The Places to See Before You Die, Books to Read Before You
Die. Atau juga, Things to do Before You Die. Ditambah pula dengan
jawaban-jawaban yang terdengar selalu common
dan biasa. Sama sekali tidak luar biaba.
Tidak menunjukkan
karakter, kalau teman saya bilang.
Tidak bersifat
personal, kalau tetangga saya bilang. Misalnya, The Places to See Before
You Die.
Pasti. Jawabannya
tidak akan jauh dari Paris. Paris lagi, Paris lagi. Begitu inginnyakah melihat
lokasi syuting Eiffel, I’m in Love itu? Standard sekali. Tidak kreatif.
Membosankan.
Kenapa demikian?
Karena, eh, karena… begini.
Pertama. Ketika
kamu ke Paris, kamu berada dalam urutan orang yang ke sekian puluh juta yang
pernah ke sana. Sekali lagi: ke sekian puluh juta. So, apa istimewanya? Dan
karena tidak istimewa, kamu tidak usah mati penasaran jika tidak pernah ke
Paris, bukan?
Ke dua. Ke Paris itu mudah. Tinggal berangkat. Artinya,
tidak perlu masuk ke dalam kategori The
Places to See Before You Die. Kenapa?
Seperti saya bilang tadi, untuk ke Paris itu syaratnya ringan. Ada uang,
tinggal berangkat.
Berbeda jika kamu
hendak naik haji. Uang saja tidak cukup, Ncik. Selain mengantri, butuh belajar
manasik telebih dahulu dengan tertib dan khusyuk.
Atau, mau
berangkat ke Baghdad? Palestina? Kashmir? Pyong Yang? Uang saja tidak cukup,
Sayang! Butuh nyawa berlapis tiga dan tubuh anti peluru.
Juga anti bom.
Dan kuat disiksa.
Jadi, menurut
saya, yang betul sebelum mati itu orang harus bertobat benar-benar, banyak
berbuat baik, meminta maaf kepada orang-orang dan membayar hutang-hutangnya.
Juga, memastikan keluarga yang ditinggal tidak kekurangan.
Ini, kok…, malah
ke Paris.
Namun, seandainya
saya mau sedikit bijaksana, mungkin saya akan menerima itu jika istilah
tersebut diganti menjadi… Things to do Before You Getting Old and Older…
and Older… and Older. Jadi lebih menarik, bukan? Tidak terdengar lebay dan
murahan.
Gara-gara menonton Yes Man dan Bucket List, akhirnya saya
pun terdorong untuk menulis daftar hal-hal yang ingin saya lakukan, buku-buku
yang ingin saya baca, tempat-tempat yang ingin saya kunjungi, dan makanan yang
ingin saya cicipi sebelum tubuh ini menua dan kemampuan seluruh indera saya
menurun.
Pandangan mata
merabun. Jauh dekat, rabun.
Tekanan darah
meninggi.
Lidah kehilangan
rasa.
Gigi tanggal.
Kulit keriput.
Kolesterol tak
terkendali.
…
Asam urat naik.
Encok langganan.
…
#1
Kursus menyanyi di Elfa’s.
Meminta langsung
pada Agus Wisman untuk menjadi guru privat. Lalu mendatangi semua orang yang
pernah menertawakan suara nyanyian saya di masa lalu. Jika perlu, saya akan
menyanyi di hadapan mereka sebanyak satu-dua buah lagu.
Lagu ke tiga
harus bayar, tentu saja.
#2
Membeli piano, lalu belajar musik klasik dan smooth jazz.
“No other acoustic
instrument can match the piano’s expressive range, and no electric instrument
can match its mystery.”
#3
Mengikuti sekolah pilot dan menerbangkan pesawat empat penumpang Gelatik
milik kantor.
Juga helikopter.
#4
Merampingkan pinggang.
Dan saya sudah
memulainya. “Yess!”
#5
Dioperasi lasik.
Laser asik. Biar
bebas mata ini dari kacamata minus. Dan tentunya bukan karena ingin pandangan
lebih tajam sewaktu mengintip.
Tidak. Saya tidak
suka mengintip.
#6
Jogging di Central Park , New York .
Mmm… New York .
Sedikit terdengar glamour, mungkin. Tapi… jogging itu menyehatkan.
#7
Berkunjung ke Zihuatanejo di lepas
pantai Pasifik, Meksiko.
Menyewa perahu butut di sana untuk memancing.
Memancing keributan.
Ya, sedikit mencuri mimpi Andy Dufresne.
#8
Membuat sebuah film.
Atau terlibat
dalam pembuatan sebuah film.
Bukan kaca film.
Film.
Lalu terbang ke
Cannes Festival di Prancis. Prancis yang di Eropa itu. Eropa yang memiliki
empat musim itu. Yang suka turun salju itu. Salju yang dingin dan putih itu.
Salju yang demikian memikat banyak orang. Salju yang turun perlahan dan
dipandangi dari balik jendela rumah yang dilengkapi perapian. Sambil menghirup
hangat kopi susu, tentunya. Ditemani orang tersayang.
Bercerita tentang
masa lalu, hidup dan mimpi.
#9
Melahap novel-novel klasik karya Tolstoy, Hemmingway, Dickens, Keyes, S.H.
Mintardja, dan lain-lain serta etc. Juga, semua novel terbitan Balai Pustaka. Serta puisinya.
Dan saya sudah
memulainya. “Yess!”
#10
Mempelajari sejarah Perang Dunia I, II dan Perang Dingin.
Dan saya sudah memulainya. “Yess!”
#11
Menguasai Basic Skill dalam bertahan
hidup di alam liar.
Membuat api
unggun.
Menangkap ikan.
Mendirikan tenda.
#12
Mencicipi Ayam Kaypang.
#13
Menghisap cerutu Havana asli dari Kuba.
#14
Melepaskan diri dari kebergantungan pada teknologi.
Ponsel.
Internet.
TV.
Lift.
Motor.
Mobil.
Dan saya sudah memulainya. “Yess!”
…
#25
Naik haji.
Haji yang di Arab itu. Arab yang banyak pasir dan batunya
itu. Yang jarang pohon tumbuh itu. Yang terkenal akan kurma dan minyak itu.
Juga terkenal akan gundulnya itu.
Iya.
Arab gundul.
“Agus Wisman, terima saya menjadi
muridmu.”
Bandung, 01 Mei 2009