Burungnya Mana?


Pada seekor burung hantu yang menabrak kaca jendela kantor, tidak akan pernah saya berkata, ”Kata saya juga, hati-hati. Itu teh kaca.”

Tidak mau saya mengucapkan sesuatu yang menyakiti. Tidak pernah. Pada siapapun. Bahkan padamu, hei burung hantu. Tapi, saya ingin bilang, ”Makanya, kalau terbang itu malam-malam.”


”Burung hantunya lucu. Mirip Pak Andi.”
Begitu kata kamu di sela-sela pencarian si burung yang tiba-tiba menghilang dari semak-semak di mana ia semula diistirahatkan. Padahal, dia sedang teler tak sadarkan diri. Padahal, belum sempat kita beri dia nama. Padahal, hendak kita bawa pulang sehingga bertambah lagi satu alasan untuk selalu berkunjung.






”Maaf, tiba-tiba muncul depan pintu kamu. Mau kasih makan si burung.”



Kepada si kucing tertuduh, tolong sisakan bagian leher hingga kepala.
Mau diawetkan.

Bandung, 05 Agustus 2009

Popular posts from this blog

Always, Laila (Repackaged)

5 Hal Penting Tentang Saya

Maaf, Tak Diundang