Gotong Royong
Musim kering tiba bersama ibumu, Aisa. Berada di
dekatnya, kita serasa mencium aroma gerimis sewaktu hujan turun merintik. Segar
hijau daun serta mekar merah bunga turut terbawa. Kehadirannya bagaikan solusi
bagi isyu pemanasan global di planet bumi. Kini, kita bisa berharap bahwa
kiamat takkan terjadi pada tahun 2012 nanti.
Bandung , 12 Agustus 2009
Jadi, sayang, apa kabarmu?
Dari meja kerjanya yang sederhana, bapak ingin
menyampaikan berita tentang perjalanan yang tengah dilaluinya. Yang kadang
terjal, berkelok, lurus dan menurun serta bebas hambatan. Tentang warna-warni
hidup yang ternyata tidak melulu hitam dan putih. Ada merah delima, pink tua,
biru haru dan hijau botol. Tentang redup cahaya, temaram senja dan remang lampu
kota. Tentang terik matari, singsing fajar serta pekat kabut pada pagi buta.
Aisa,
Tak ada yang abadi di dunia ini.
Begitu orang bijak berkata. Tak beda dengan apa
yang dibilang orang-orang picik. Serupa dengan yang diucap para tetangga saat
bergosip. Tak ada yang kekal, sayang, kecuali Dia yang menciptakan.
Begitu pula cinta, Aisa. Ia bisa datang dan pergi.
Kadang muncul tanpa aba-aba, sering menghilang tanpa basa-basi. Tidak jarang
datang kemudian hinggap. Diusir dia, malah kembali mengendap-endap.
Karenanya, kita harus selalu bergotong-royong,
sayang. Harus ada jalinan kerjasama diantara kita.
Kerjasama bahwa…
Bapak akan selalu membuat hari ini lebih
indah buat kalian, dan hari esok lebih indah dari hari ini. Kalian juga harus
berbuat hal serupa untuk bapak.
Hubungan keluarga bukanlah perhitungan matematika.
Kalau iya, maka hanya lulusan mipa, akuntansi dan teknik saja yang keluarganya
akan bahagia. Kasihan itu lulusan kedokteran dan seni rupa.
Cinta bisa datang dan pergi, Aisa. Terima saja.
Jangan merasa dibohongi. Jangan pernah putus asa.
Seandainya
dalam seumur hidup hanya diperbolehkan satu kali jatuh cinta, lalu apa arti
kemunculan si ibu bagi si bapak?