Liverfool
Mrs. Boss,
kita hidup berdua di desa, yuk
dan membangun alfamart di sana…
Begitu saya
merayu. Agak sedikit lancang, mungkin. Dan tidak memandang tempat dan waktunya. Namun, kita berdua sama-sama tahu
bahwa kota ini sudah terlalu hiruk dan pikuk. Terlalu padat oleh kendaraan.
Nyaris tidak ada lagi yang tersisa bagi kita untuk sekedar berjalan-jalan
menikmati udara sore sepulang kerja, mengantarkan si ucrit dan usro bersepeda
di taman kelak, atau berkeliling kota di malam minggu sambil memandangi
lampu-lampu.
Saya perlahan
menjadi orang asing di sini. Padahal, saya bukan bule, Arab atau pun Cina. Bukan pula Jawa.
“Maaf, Pak Andi.
Aku keberatan. Di desa itu banyak ayam berkeliaran. Nanti akan terlalu banyak kotoran ayam yang
bertebaran di halaman rumah. Di kota lain saja, Pak Andi, yang senyaman Bandung
(tempo doeloe), tentunya.”
”Di mana?”
”Di Liverfool,
Pak Andi.”
”…”
”Lho? Pak Andi
memangnya tidak tahu kalau aku lahir di sana? Liverfool di Inggris itu.”
”Liverpool , mungkin?”
Dan kamu tertawa
dengan renyah sambil berkomentar, ”Ih, Pak Andi ketahuan sekali orang
Sunda-nya.”
Liverfool, 07 Agustus 2009