Sebuah Pengantar Seseorang di seberang pulau nun jauh di sana berjarak milyaran langkah pernah melemparkan tuduhan yang kurang bertanggung jawab. “Kamu lebih tahu tentang perempuan daripada apa yang diketahui Sigmund Freud.” Begitu katanya seusai ia membaca always, Laila . Berhubung tidak bisa menatap matanya, saya kesulitan membaca maksud si penuduh. Tengah mengejekkah atau sedang jujur memberi apresiasi. Saya lebih merasa tersinggung daripada terpuji. Maklum, waktu itu saya belum tahu siapa itu si Freud. Seandainya saja si penuduh membaca lagi kisah ini lebih teliti tanpa melewatkan satu pun huruf titik koma spasi, beliau pasti akan menarik kembali kata-katanya dan menggantinya dengan kalimat: “Kamu lebih tahu tentang perempuan dan juga laki-laki daripada apa yang diketahui Sigmund Freud.” Maklum, dia sendiri tidak tahu siapa itu si Freud. Tapi Always, Laila memang berkisah tentang perempuan dan juga laki-laki. Karakter mereka dibangun melalui riset panjang dan mendala
datanglah pada hari perkawinan kami lihat si tante menangis haru paman-paman tertawa kecil para ponakan berlarian tatkala menyaksikan kami berdua dipersatukan dan kelak putra-putri kami terlahir, tumbuh, dan bahagia kisah ini takkan pernah lelah untuk diceritakan
Dear, People... Saya kabarkan bahwa setelah lebaran nanti saya akan menikah. Mudah-mudahan dapat membalut luka sebagian teman dan semakin membuka lebar luka teman yang lain (yang jomblo, maksud saya). Adapun nama calon, waktu dan gedung, akan saya kabarkan pada kesempatan berikutnya. Dan jangan khawatir, tentu saja tidak melalui e-mail atau SMS atau intercom atau telepon atau HT atau radio dan benda-benda canggih lainnya tapi murah.
Comments