RSJ Riau 11
Teruntuk putriku, Aisa…
Ketika Bapak menulis ini, kamu belum
terlahir ke dunia. Belum juga dikandung. Karena hati ibumu belum juga luluh
untuk dinikahi. Meski demikian, bapak akan berusaha sekuat tenaga agar kelak
kamu bisa membaca cerita ini: kisah hidup bapak dan semua rahasia yang paling
terdalamnya. Juga yang paling kelam. Karena itu, apa pun yang terjadi, jangan
biarkan ibumu membacanya. Ini milik kita berdua. Sudah sewajarnya seorang ayah
memiliki rahasia kecil dengan putrinya, bukan?
Ah, Aisa. Untuk sesaat, bapak lupa hendak
menulis apa. Bapak kebingungan hendak memulainya dari mana. Segala kisah pasti
ada asal mulanya, tapi kali ini sungguh berbeda. Kamu tahu kenapa, sayang?
Karena kepala bapak sibuk mengkhayalkan kamu. Seperti apa saat kamu membaca
kisah ini. Apakah kamu tumbuh menjadi gadis cantik dan mandiri seperti ibumu?
Seperti nenek? Pantang menyerah dan sedikit keras kepala? Penurut seperti
bapak? Pintar diiringi tutur kata yang sopan, kah? Apakah kamu banyak teman?
Hidupmu meyenangkan? Dan… siapakah laki-laki yang beruntung menjadi pacarmu,
sayang?
Bapak hanya berharap kamu hati-hati memilih.
Itu saja. Karena kebanyakan laki-laki itu brengs… ah, ibumu yang cantik itu
pasti sudah mewanti-wanti tentang bahaya laten jenis kami.
Aisa Adinda,
Satu-satunya yang bapak harapkan dari kamu
adalah kamu bahagia. Tidak. Kamu tidak mesti selalu tertawa. Terkadang menangis
itu bagus juga. Air mata tidak akan pernah habis, dan kamu tidak akan pernah
tenggelam karenanya. Hanya saja bapak ingatkan, jangan pernah kamu menangis
sendirian. Apalagi tertawa. Setidaknya di jaman bapak, mereka yang tertawa sendirian
biasanya dikirim ke rumah sakit jiwa.
HAHAHAHAAHA!!!
“Insane people are always sure that they are fine.”
[Nora
Ephron]
Bandung, 25 September 2008