Calon Menantu


Pernahkah kamu merasa bahwa ternyata kamu sama sekali tidak mengenal orang yang selama ini berada dekat dengan kamu? Saya pernah mengalaminya, dan mungkin akan terus berulang.

Sepuluh tahun lalu. Waktu itu ade saya dioperasi amandel. Saya dan bapak memutuskan untuk menginap di rumah sakit. Kami duduk berdua di sebuah anak tangga sampai larut malam, bercerita akan banyak hal. Suatu hal yang amat jarang sekali terjadi diantara kami. Awalnya tidak ada yang mengejutkan, sampai kalimat itu terlontar.

“Sebelum dengan Mamah, Bapak pernah menikah satu kali.”


Saya tertawa kecil sebagai reaksi. Apalagi ketika cerita itu mulai mengalir. Lucu dan menggemaskan. Tapi kemudian saya sadar, bahwa ternyata saya sama sekali tidak tahu sejarah hidup ayah saya. Bagaimana masa kecilnya, kisah cintanya, masa remajanya, sekolahnya. Bahkan saya tidak tahu bagaimana orangtua kami bertemu lalu memutuskan untuk menikah. Maka sejak saat itu, setiap kali muncul kesempatan kami berkumpul, sedikit-demi sedikit, saya gali kisah beliau. 

Kamu tahu, cerita hidupnya menakjubkan. Dari mulai tidak hafal tanggal lahirnya sendiri, sekolah hanya sampai kelas 2 SMP, menjadi penyiar radio, hingga kabur di malam pengantinnya yang pertama itu.

Dalam ingatan masa kecil saya, beliau bukanlah seorang ayah favorit. Dilarang ini-itu, dilarang anu, dilarang… Karena terlalu banyak larangan, mungkin sejak itulah saya lihay dalam berbohong, berkelit dan mengatur strategi. Sampai suatu hari pembagian rapor kelas 2 SMP, Bapak datang ke sekolah. Beliau menjabat tangan saya sebagai ucapan selamat. Hari itulah saya diangkat olehnya sebagai seorang  lelaki dewasa. 

Ah, seandainya kamu lelaki, kamu akan mengerti.

Lalu, kenapa saya menceritakan ini?

Karena eh karena, tadi dia menelepon dan bertanya, “Sudah kamu temukan, Ndi, calonnya?”

*sigh*….

Bandung, 21 September 2008

Comments

Popular posts from this blog

Always, Laila (Repackaged)

Maaf, Tak Diundang

Soerat Oendangan