Gagal Maning, Son

Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda.

Bukan. Mungkin yang lebih tepat adalah:

Kita mendapatkan pelajaran lebih banyak dari sebuah kegagalan dibandingkan lima keberhasilan.

Hmm. Tidak. Mungkin yang lebih bagus:
Setiap orang sukses pasti lebih banyak mengalami kegagalan dibandingkan jumlah keberhasilannya.

Yeah, rite.

Tetap saja, bagaimanapun, mengalami kegagalan itu pahit rasanya untuk waktu yang cukup lama.

Beberapa minggu yang lalu saya mengikuti seleksi penawaran beasiswa S2 jurusan Defense Management di ITB. Berbekal Indeks Prestasi paspasan, English speaking yang minim namun rasa percaya diri berlebih, saya diwawancara selama limabelas menit. Cas cis cus dan wes wes wey.


Sayang, beberapa hari kemudian diumumkan bahwa saya unsuccessful, katanya.

Ada rasa seperti tertekan di dada ini sewaktu menerima kabar tersebut. Juga rasa ngilu yang lumayan. Plus pegal-pegal. Saya termenung untuk beberapa saat, tidak sanggup bereaksi apa-apa. Karena sungguh, saya benar-benar ingin mendapatkan beasiswa ini.

Tapi, bukan Andi Eriawan namanya jika harus menyerah. Saat itu juga, melalui email, saya menghubungi salah satu panitia untuk menanyakan hal ihwal dan sebab-musabab kegagalan saya. Sekiranya mungkin saya masih dapat diberi kesempatan kedua. Siapa tahu, dengan menunjukkan kegigihan dapat terjadi keajaiban.
Tapi itu hanya ada di dalam novel, ternyata.

Defense Management adalah cabang ilmu yang sangat menarik menurut saya. Lulusannya bisa menjadi Zu Ghe Liang, ahli siasat perang dalam Romance Three Kingdom, atau Machiavelli abad 21. Sekali lagi, menurut saya, keren sekali, bukan?

Selain itu, saya dan seorang teman sudah mereka-reka rencana sekiranya kami berdua diberi kesempatan kembali kuliah. Sudah terbayang dalam benak di mana kami kongkow-kongkow di lapang basket kampus sambil menikmati kafein dan nikotin. Ditambah pemandangan para mahasiswi.

Yah… sebenarnya, hal terakhir itu yang paling utama.

“The difference between science and the fuzzy subjects is that science requires reasoning while those other subjects merely require scholarship.” 
[Robert A. Heinlein]


Bandung, 26 September 2007

Popular posts from this blog

Always, Laila (Repackaged)

Maaf, Tak Diundang

Soerat Oendangan