Abituari


Telah pergi – di Rabu kelabu – handphone tercinta. Mungkin untuk selama-lamanya. Tapi, saya tidak menangis. Tidak bisa. Entah kenapa.

Ah…, seharusnya saya tahu sejak awal, sejak tujuh bulan lalu. Seandainya saja saya mau membuka mata dan sedikit mengerti, saya mungkin dapat mencegahnya. Gejala-gejala itu. Cat yang terkelupas. Flip yang patah. Sinyal yang perlahan-lahan berubah menjadi putus-putus. Seharusnya segera saya bawa dia ke tempat service. Atau, saya simpan untuk dipensiunkan. Tapi, itu semua tidak saya lakukan.


Mungkin memang benar dia sangat berguna buat saya. Bahkan mereka pernah mengatakan bahwa kami adalah pasangan yang serasi. Saya selalu membawanya ke mana saya pergi. Juga kamar mandi dan tempat-tempat suci. Saya hanya tertawa sinis sewaktu dengar apa yang mereka bilang, sambil melemparnya begitu saja ke atas ranjang.

Telah pergi – di Rabu kelabu – handphone tercinta. Mungkin untuk selama-lamanya. Tapi, saya tidak menangis. Tidak bisa. Entah kenapa.





Mungkin karena saya sudah mendapatkan gantinya – yang tentu lebih baik.

Popular posts from this blog

Always, Laila (Repackaged)

Maaf, Tak Diundang

Soerat Oendangan