Gundul Pacul

Akhirnya…
Setelah berjibaku dengan the man on the mirror, bernapas dalam lumpur, tenggelam dalam kesedihan, akhirnya saya, a.k.a Andi Eriawan, memutuskan untuk… menggunduli kepala.

Tiga tahun dalam masa gondrong, memaksa saya untuk keramas nyaris setiap hari. Padahal, pada dasarnya, saya adalah orang yang… jarang mandi. Ini bukan saya, saya pikir. Pantas saja saya merasa ada yang keliru. Meski, tentu saja, rambut saya bebas dari kutu.

Jadilah, seminggu kemarin saya digunduli.

Pada mulanya, rencana mutilasi rambut dimulai dengan penuh khidmad. Diawali tekad baja sejak dari rumah, hati saya tiba-tiba gentar sewaktu memasuki sebuah barbershop di kawasan Taman Lalu Lintas, di Bandung sana. Bagaimana tidak?! Sewaktu kaki melangkah masuk, saya tidak hanya disambut hembusan pendingin ruangan, tapi juga sapaan seorang makhluk manis bernama perempuan. Untuk sesaat saya hanya berdiri mematung, mungkinkah saya salah masuk salon?


Setelah melihat beberapa pelanggan lelaki mengantri, akhirnya saya dapat pastikan bahwa barbershop tersebut memang diperuntukkan bagi kami khusus lelaki, namun, si tukang cukur adalah seorang perempuan manis. Sendiri.

Aih, malu untuk mengakui. Dalam hati, saya tidak jadi digunduli. Karena itu, sambil menunggu giliran, saya buka beberapa majalah di sana.

Gaya rambut F4, Kangen Band atau Duran-Duran, ya?
  

Satu jam berlalu. Saat nyaris kesabaran habis, akhirnya tiba juga giliran saya. Saya berdiri dengan gagah. Dalam hati, gaya rambut Tony Leung dalam Infernal Affair menjadi pilihan pertama.

Kaki saya melangkah menuju kursi dengan dada berdebar, seperti terpidana mati menuju tempat duduk yang bisa disetrum. Satu, dua. Setiap langkah saya lakukan dengan khidmad. Belum juga pantat ini sampai di alas kursi, tiba-tiba pintu barbershop terbuka dan seorang laki-laki tigapuluh tahunan melangkah masuk.

“Papa, lama sekali, sih.”
“Tadi macet, Ma.”

Ma?

Lelaki itu beralih pada saya, mempersilakan duduk. “Mau dipotong bagaimana, Mas?”

Dipotong leher kambing!

“Gundul,” jawab saya mantap.




  


“Wisdom is a comb given to a man once he is bald.”
(Anonymous)

Bandung, 13 Agustus 2008

Popular posts from this blog

Always, Laila (Repackaged)

Maaf, Tak Diundang

Soerat Oendangan