Surat Cinta #747

Tidak mau saya mengawali surat ini dengan sapaan Apa Kabar? Benci sekali dengan kalimat yang terlalu sering diucapkan banyak orang itu. Ditambah dengan jawaban yang mudah tertebak sebelumnya. Artis favorit kita Pinkan Mambo juga sering melantunkan itu, bukan?

Saya kasih tahu, ya. Di sini sedang musim hujan. Banjir selalu mengancam setiap saat. Atap rumah bocor dan tetesan air mengukir banyak jejak di dinding kamar. Untungnya, tak ada korban.

Pertama-tama, ijinkanlah saya mengabarkan kondisi kesehatan saya saat ini. Berdasarkan hasil pemeriksaan rutin para dokter di klinik kantor beberapa hari lalu, saya dinyatakan tidak mungkin hidup hingga usia seratus tahun. Vonis ini cukup mengejutkan mengingat saya sudah mulai mengurangi asupan nikotin ke dalam tubuh per harinya. Kolesterol, melanin, zat pewarna dan gorengan berminyak favorit saya pun sudah sangat dijatah ketat. Olahraga, sih, jangan ditanya. Tidak pernah saya absen berlari-lari setiap minggunya.

Ke dua, dari kota di mana kamu dilahirkan, saya laporkan pula kondisi batiniah saya. Kamu tahu, saya sedang bahagia. Amat bahagia. Sekiranya kamu bisa melihat wajah saya saat ini, kamu bisa dapatkan bahwa saya tidak bisa berhenti untuk terus tersenyum. Sedikit malu-malu, memang, senyuman saya. Bahkan terkadang, saya sampai tertawa sendiri.

Jika ditanya apa penyebabnya, saya kesulitan untuk memberi tahu. Mungkin karena A, atau bisa juga akibat B. Jika diceritakan satu per satu, akan banyak memakan waktu, sementara ada begitu banyak pekerjaan yang harus segera diselesaikan. Surat ini pun saya tulis dalam situasi tergesa-gesa dan diburu-buru. Karena itu, mafkqnn jika kmu melgat bayak tedapt kesalehan letik juruf dan tenda bca.

Hal berikut yang hendak saya laporkan adalah kondisi keuangan. Patut disyukuri bahwa Tuhan tidak pernah membiarkan saya dalam kekurangan. Tidak pernah saya merasa khawatir lagi besok hendak makan apa dan di mana. Hanya saja, patut disayangkan bahwa ternyata saya tidak pandai mengatur rizki-Nya. Banyak saya beli ini-itu akhir-akhir ini, padahal sesungguhnya tidak diperlukan. Tabungan sudah nyaris kering kerontang. Isi dompet hanya tersisa bon tagihan.

Terakhir, saya juga ingin sampaikan berita bahwa di belahan lain dunia tempat kamu berada, seorang laki-laki sedang menunggu balasan surat ini. Cemas dia menanti. Penuh harap dia. Kasihan dia jika tidak dikabulkan.

Yang paling terakhir sekali, tidak lupa doa agar kamu senantiasa berada dalam lindungan-Nya.

Bandung, 30 Maret 2009

Popular posts from this blog

Always, Laila (Repackaged)

Maaf, Tak Diundang

Farewell, Profesor...