Empat Anak Cukup

“Kenapa pilih aku, Pak Andi?” kamu bertanya di atas loteng persembunyian seusai mengusir tuan kecoak yang sedang merayap di kain kerudungmu. Dan sebenarnya bukan beliau saja yang menguping pembicaraan alot kita. Para tetangga pun menempelkan telinga di dinding dan di balik kaca nako rumah mereka. Dasar tidak ada kerjaan. Padahal seharusnya mereka shalat taraweh berjamah di masjid sebelah. 

”Karena saya ingin punya duapuluh anak,” saya menjawab dengan sungguh-sungguh. 


Serta-merta roman wajah kamu berubah. Ada keraguan yang berhasil saya tangkap di sana. Juga rasa takut berlebih. Tidak terbayang seperti apa hari-hari yang akan dilalui jika setiap tahunnya harus hamil dan melahirkan anak selama duapuluh tahun ke depan. 

”Jangan khawatir,” hibur saya. ”Dari kamu, cukup empat anak saja.” 

 Bandung, 25 Agustus 2009

Popular posts from this blog

Always, Laila (Repackaged)

Maaf, Tak Diundang

Soerat Oendangan