Goodbye, Pluto
Seandainya saja ia masih hidup, pastilah Clyde Tombaugh saat
ini tengah uring-uringan dan marah besar. Bagaimana lagi. Pluto, benda luar
angkasa yang ia temukan lewat teropongnya di Observatorium Lowell Arizona Utara
pada awal abad duapuluh telah ditendang keluar dari daftar planet pengorbit
tata surya kita. Dengan alasan yang dibuat-buat, para astronom dunia yang
terkumpul dalam International Astronomical Union (IAU) mengumumkan suatu
definisi baru tentang pengertian sebuah planet.
Sialnya, Pluto tidak memenuhi kriteria-kriteria itu.
Pertama kali ditemukan di tahun 1930, Pluto dengan cepat
menyedot perhatian besar dunia. Kartunis
Disney sampai menamakan tokoh hewan peliharaan Mickey Mouse karyanya
berdasarkan nama planet tersebut. Pluto begitu sesuai dengan “karakter” sebagai
anggota tata surya paling bungsu. Planet terjauh dan terkecil dengan arah
rotasi dan bentuk lintasan orbit yang agak anomali dibandingkan delapan planet
lain. Saking jauhnya, ia membutuhkan waktu 248 tahun waktu Bumi untuk melakukan
revolusi terhadap matahari. Ukurannya pun bahkan lebih kecil dari bulan. Tapi
justru dengan keunikan-keunikannya itulah Pluto segera menjadi planet favorit
banyak orang. Anak sekolah di seluruh dunia lebih tahu nama planet terjauh dari
matahari dibandingkan planet terdekatnya. Apa yang telah dicapai Clyde Tombaugh
bukan sekedar menemukan sebuah planet baru, tapi lebih dari itu. Pluto telah
menumbuhkan romantisme, aspirasi, bahkan religi bagi banyak orang.
Tuhan telah melengkapi tata surya kita dengan
sejumlah planet dengan angka yang cantik: sembilan.
Sayang sekali,
menurut definisi baru IAU dalam konferensi mereka selama dua minggu di Praha
tahun lalu, suatu benda angkasa mendapat status sebagai planet jika ia memenuhi
tiga kriteria sebagai berikut: mengorbit matahari, memiliki ukuran dan massa
cukup besar, bebas dari benda-benda angkasa lain di sekitar orbitnya.
Bayangkan, hanya
karena ukurannya yang lebih kecil dari bulan dan mulai ditemukannya benda
angkasa lain dengan karakteristik mirip Pluto di dekatnya, Pluto harus
kehilangan statusnya sebagai sebuah planet! Keputusan tersebut bahkan
dikeluarkan sebelum satu misi pun sampai ke sana. Dan Pluto merupakan
satu-satunya “planet” anggota tata surya yang belum pernah disinggahi. Sebuah
keputusan yang tidak adil.
Dan, begitu pentingnyakah ukuran?
Keputusan IAU
mengeluarkan Pluto dari daftar planet pengorbit tata surya tentu merupakan
keputusan yang menusuk jantung dan menyerang urat syaraf banyak orang. Apa
perasaan anak-cucu Percival Lowell, seorang astronom yang pertama kali menduga
adanya planet ke sembilan itu? Bagaimana penasaran arwah sang penemu Clyde
Tombaugh yang kematiannya belum lagi sepuluh tahun lalu? Seperti apa kesedihan
Venetia Burney, seorang gadis kecil berusia sebelas tahun (di tahun 1930) yang
mengusulkan nama Pluto bagi “planet” tersebut. Lalu, bagaimana nasib hewan
peliharaan Mickey Mouse? Haruskah ia berganti nama menjadi … Neptune? Keputusan
itu tentu akan berpengaruh besar pada industri mainan dan poster tata surya.
Ilmu astrologi harus dirumus kembali. Marthen Kanginan harus merevisi ulang
buku-buku fisika sekolah yang disusunnya. Buku-buku ensiklopedia yang terlanjut
diterbitkan harus ditarik dari peredaran. Dan jumlah tata surya kita bukan lagi
angka cantik: delapan.
Kemudian, muncul
pertanyaan satu juta dollar. Bila Pluto bukan sebuah planet, lalu apa?
Untuk sementara
waktu, IAU menggolongkan Pluto sebagai Dwarf Planet atau planet kerdil dan
memasukkannya ke dalam anggota Kuiper Belt sampai fakta baru ditemukan menyusul
misi pesawat ulang-alik New Horizons yang diperkirakan sampai di Pluto lima
tahun mendatang.
Kemudian, muncul
pertanyaan seratus juta dollar. Bila Mickey adalah tikus, Donald adalah bebek,
dan Guffy adalah anjing, lalu Pluto hewan apa?
Selamat tinggal, Plut.
“If
I wasn’t a transvestite terrorist, would you marry me?”
[Patrick "Kitten" Braden,
Breakfast at Pluto]