always, Laila




















Seseorang di seberang pulau nun jauh di sana berjarak milyaran langkah pernah melemparkan tuduhan yang kurang bertanggung jawab.

“Kamu lebih tahu tentang perempuan daripada apa yang diketahui Sigmund Freud.”

Begitu katanya seusai ia membaca always, Laila. 

Berhubung tidak bisa menatap matanya, saya kesulitan membaca maksud si penuduh. Tengah mengejekkah atau sedang jujur memberi apresiasi. Saya lebih merasa tersinggung daripada terpuji. Maklum, waktu itu saya belum tahu siapa itu si Freud,

Seandainya saja si penuduh membaca lagi kisah ini lebih teliti tanpa melewatkan satu pun huruf titik koma spasi, beliau pasti akan menarik kembali kata-katanya dan menggantinya dengan kalimat: 

“Kamu lebih tahu tentang perempuan dan juga laki-laki daripada apa yang diketahui Sigmund Freud.”

Maklum, dia sendiri tidak tahu siapa itu si Freud.


Tapi 'always, Laila' memang berkisah tentang perempuan dan juga laki-laki. Karakter mereka dibangun melalui riset panjang dan mendalam yang dikombinasikan dengan pengalaman pribadi, rekayasa memori, plus imajinasi. Hasilnya adalah dua tokoh ini: Laila dan Pram. 

Laila adalah seorang perempuan cantik. Teramat cantik. Bahkan kata cantik pun masih kurang pas terdengar. Cuantikk mungkin lebih tepat. Namun, kecantikannya itu tidak bisa ditangkap oleh kamera. Canon, Philips, Minolta. Ia adalah seorang perempuan terhormat. Hormat pramuka, hormat bendera. Perempuan yang cintanya ia bagi tanpa pandang bulu. Bulu kaki, bulu mata, hidung dan ketiak. Perempuan yang hatinya untuk semua yang mengenal tanpa pandang warna kulit. Putih, kuning, cokelat, abu, merah jambu. Perempuan yang akan dikagumi anak-anak, diminati remaja, dimimpikan lelaki dewasa. Para orangtua akan berebut menjadikannya mantu mereka. Laila takkan bisa berhenti untuk terus dicintai banyak manusia. 

Sementara Pram, ia hanyalah seorang lelaki biasa, baik tingkah maupun rupa. Tapi lelaki ini memiliki apa yang Laila cari: kunci beribu rahasia, pintu menuju masa lalu, jendela mengintip masa depan. Pram mempunyai kantung yang berisikan semua hal yang Laila suka, laci penyimpan keping demi keping kenangan, dan peti untuk menaruh sebentuk rindu, segenggam cemburu dan gairah menggebu. 

Dan ini adalah kisah cinta antara keduanya.

***


Aku nikmati pertemuan demi pertemuan penuh makna
sebagai bahan dongengan anak cucu kita
…atau anak cucuku, atau anak cucumu
siapa yang tahu
~ Pram ~


Aku menyukai jiwamu
dan raga yang membungkusnya
Laila


Bagaimana KL? Kuharap tidak seindah Bandung agar kamu tidak betah dan segera pulang. Di rumahku, anak-anak ayam behenti menyahut dan ikan-ikan bersembunyi di dasar kolam. Mereka tak mau makan kecuali lewat tanganmu. Buah jambu pun sudah matang dan menanti untuk segera kamu petik.
~ Pram ~


Aku cinta kamu, tapi hati ini bergerak sendiri tanpa terkendali. Bila kita berdua selamat besok, maka kamu nggak perlu tahu ini semua. Dan aku akan sangat bersyukur karena diberi kesempatan untuk menata hatiku lagi.
Always,
Laila


Aku tidak akan lagi bertanya-tanya tentang kabar atau pun alasan perpisahan kita. Aku lelah dan terluka. Apa yang pernah dan belum kita miliki telah aku anggap mati. Dan ternyata kamu keliru. Karena hingga malam ini, aku masih tidak mengerti.
Selamat ulang tahun…
~ Pram ~

Comments

Popular posts from this blog

Always, Laila (Repackaged)

Maaf, Tak Diundang

Soerat Oendangan