Pas-Pasan

Malam minggu kemarin, bertemu saya dengan seorang kawan lama. Lama bersahabat, lama tidak jumpa. Seorang perempuan, penuh perhatian. Dan titel cantik saya sandangkan padanya dengan tulus dan tanpa udang.

Nyaris sudah sepuluh tahun sejak pertama kali kami berteman. Bukan rekor, sebenarnya. Tapi, hebatnya adalah, selama itu pula saya berhasil tidak pernah membuat beliau marah. Padahal, membuat perempuan marah adalah kehebatan saya.

Apalagi, saya adalah seorang lelaki yang tidak terbiasa berteman dengan perempuan cantik.

Ngga enak kalau cuma teman.


Malam minggu kemarin, saya ajak dia bertemu. Dia, teman saya itu, yang sedang saya ceritakan ini. Dialah satu-satunya perempuan yang diperbolehkan bersikap manja pada saya. Ini patut digarisbawahi karena saya tidak pernah bersimpati pada mereka yang manja. Cukuplah saya saja yang manja.

“Rindu, tahu.”

Demikian saya bilang. Dan dia sepertinya terkejut. Sangat terkejut. Kaget. Syok. Surprise, kalau orang umum bilang.

“Tumben, bilang begitu.”

Tapi orang yang paling terkejut tentunya adalah saya sendiri. Saya… tidak bilang dan tidak pernah bilang begitu. Pada siapapun? Pada siapapun. Kenapa? Takkan dijawab.

Sebelum reuni kecil ini terjadi, sesungguhnya ada hal yang amat saya khawatirkan diam-diam. Hati saya cemas dibuatnya. Gelisah, saya. Takut kalau-kalau dia berubah. Berubah dalam artian… menjadi menyebalkan.

Kan… waktu membuat orang berubah menjadi menyebalkan (juga keriput). Seakan-akan, kalau sudah dewasa, hidup itu harus berjuang. Dan perjuangan harus dengan serius. Dan tak boleh lagi buang-buang waktu. Waktu adalah uang. Setiap menit adalah berharga.

Malam minggu kemarin, saya ajak dia jalan-jalan, menembus ramainya kota Bandung. Saya kenalkan dia dengan seorang teman saya yang lain. Berharap mereka berdua bisa juga berteman. Bisa akrab. Siapa tahu berjodoh.

Malam minggu kemarin, saya persembahkan sebuah lagu buat dia. Sepesial. Istimewa. Sebuah lagu dari ranah Malaysia. Saya lantunkan dengan suara saya yang pas-pasan. Pas di telinga, pas di hati.

“Pas! Jangan nyanyi lagi!”

Biasanya ada yang bilang begitu. Kecuali malam minggu kemarin.

Terimakasih untuk tetap menjadi orang yang sama sejak ditemui.

Bandung, 10 Mei 2009

Popular posts from this blog

Always, Laila (Repackaged)

Maaf, Tak Diundang

Soerat Oendangan