Mari

Mari kita cari ibu baru, Aisa. Jangan tanya alasannya. Anak kecil menurut saja sama orangtua. Percayakan semua pada bapak. Begini-begini, bapak sudah banyak pengalamannya.

Konon, di luar sana ada banyak, sayang. Macam-macam. Dari mulai ibu tiri, ibu guru, sampai ibu RI-1. Kamu pilih yang mana? Bilang saja. Biar nanti bapak yang menghadap salah satu dari mereka.

Atau kamu punya kriteria sendiri? Boleh saja. Ini negeri demokrasi. Begitu pula di rumah kita. Setiap penghuninya berhak untuk menyampaikan suara. Meski, tentu saja, bapak jualah yang menentukan di bagian akhirnya.


Bapak kasih tahu, ya. Jangan minta yang pandai memasak. Akan amat susah mencarinya. Jangan pula minta yang pandai menyanyi. Semua sudah ada yang punya. Mintalah yang pandai mengaji. Namun, jangan terlalu berharap mereka mau menerima si bapak ini.

Mari kita cari ibu baru, Aisa. Ibu lama sudah kadaluarsa. Sudah habis tanggal pakainya. Ibarat pepatah lama, cinta datang dan pergi. Karena itu, berbahagialah. Yang hilang akan terganti. Sakit merindu akan terobati.

Mari kita cari ibu baru, Aisa. Pasang wajah lucumu ke mana kita pergi.

Bandung, 26 Mei 2009

Popular posts from this blog

Always, Laila (Repackaged)

Maaf, Tak Diundang

Soerat Oendangan