Ancot


Kamu tahu.
Sudah sejak waktu yang cukup lama, saya merindukan naik angkot. Sekiranya ongkos tidak naik terlalu tinggi, bagi saya naik angkot dapat menjadi suatu wisata yang cukup menyenangkan. Saya bisa mengintip gerak pemandangan di luar jendela. Terlebih jika bisa bersama dengan seseorang yang saya istimewakan, tentu saja. Saya bisa melihat wajahnya dan kami bisa berbincang-bincang. Tentang hidup, masa lalu yang telah berlalu, masa depan yang masih panjang. Juga mengomentari penumpang sebelah sambil berbisik-bisik dan terkikik-kikik.


Biasanya saya memilih duduk di posisi kiri paling belakang, tidak peduli jarak yang saya tuju dekat atau jauh. Jika bosan, saya baca buku yang sengaja selalu menjadi bekal dalam perjalanan. Jika lelah, saya bisa sampai tertidur menyender pada kaca jendela. Sesekali kepala menunduk atau membentur penumpang lain. Jika beruntung, kepala saya mendarat di bahu penumpang manis nan baik hati.

Motor saya mati. Tidak bisa bergerak sama sekali.
Tuhan menjawab kerinduan saya dengan cara-Nya yang unik.
Sampai motor itu kembali beraksi, saya naik angkot.











Mau menemani?

Bandung, 18 Oktober 2010

Comments

Popular posts from this blog

Always, Laila (Repackaged)

Maaf, Tak Diundang

Soerat Oendangan