Surat Cinta #1001


Di tengah-tengah hidup dan matinya sinyal 3G, ijinkanlah saya, artis gadungan ini, menyapa kamu dari  kampung halamannya. Yang panas, yang gerah, yang semrawut disertai pembangunan yang terlambat duapuluh tahun itu.

Saya ingin menyapa kamu lewat tukang baso yang semangkuknya hanya tujuh ribu. Rupiah mata uangnya. Baso bihun bening tanpa selederi, menunya. Dan teh botol sosro penutupnya.

Saya ingin menyapa kamu lewat penjual nasi uduk plus kerupuk emping selebar piring. Ditambah tempe bacem dan gulai. Tak lengkap jika tidak ditaburi irisan bawang.

Saya ingin menyapa kamu lewat tukang bubur berkuah mirip soto. Sumpah, memang mirip soto. Dan saya yakin, sesungguhnya itu adalah soto. Bukan bubur. Tapi tidak mau saya berkelahi dengan mereka gara-gara nama. Bukankah seorang pujangga pernah berkata, apalah artinya sebuah nama? Mawar, dinamakan apapun, tetap saja harum.

Ibarat pepatah yang mengatakan bahwa hidup itu harus blak-blakan. Blak nangkarak, blak nangkuban. Jangan galak-galak, nanti tak punya teman. Maka, melalui surat ini saya, a.k.a Andi Eriawan, memberanikan diri untuk berterus terang.

Kamu tentu sudah pernah saya beritahu bahwa cinta datang dan pergi. Ada juga yang datang dan hinggap. Diusir dia, kembali diam mengendap-endap.

Litan…
(Ah, akhirnya namamu tersebutkan juga. Tidakkah kamu senang?)

Tahukah kamu bahwa di sebuah negeri yang sedang dilanda kebingungan untuk memilih calon preiden ini… di seberang lautan dari tempat kamu berada… sedang duduk seorang lelaki sederhana dengan kebingungan luar biasa. Sesak dadanya oleh asap rokok dan pengaruh kopi.

Dan ingatan akan diri kamu, tentunya. 

Dan sayalah lelaki yang dimaksud itu, kalau kamu tidak tahu.

Di hadapannya, terbentang cita-cita yang belum kesampaian. Baru saja ia dipromosikan untuk naik jabatan. Tanggung jawab lebih besar, gajinya tetap. Begitu kata seorang atasan.

Litan…
Maukah kamu pertimbangkan lagi segalanya? Tentang cinta dan masa depan? Jika memang pilihan sudah kamu tentukan, dan lotere tidak saya menangkan… apalah daya seorang artis gadungan? Selalu saya doakan kebahagiaan kamu. Juga kebahagiaan saya. Sebagai hamba-Nya, saya hanya bisa berusaha.

Satu titik dua koma tiga spasi.
Kata-kata jelek jangan dihina mohon dibalas.

Rangkasbitung, 17 Januari 2009

Popular posts from this blog

Always, Laila (Repackaged)

Maaf, Tak Diundang

Soerat Oendangan