Masturbasi Spritual dan Emosional

Istilah ini saya pinjam dari seorang teman kantor ketika kami membicarakan betapa maraknya berbagai training motivasi. Tujuan setiap program adalah sama, meningkatkan motivasi para peserta agar mereka dapat lebih bersemangat, baik dalam konteks bekerja, menjalankan kehidupan sampai mengejar kekayaan. Juga meningkatkan keimanan.

Saya sendiri bukan tidak pernah mengikuti berbagai training seperti itu. Di tahun-tahun pertama kuliah, entah berapa banyak jenis training motivasi yang pernah saya ikuti. Termasuk doa-doa bersama yang mencucurkan air mata. Setiap kali lulus dari program tersebut, saya serasa lahir kembali dengan jiwa baru. Merasa lebih bersih dan bersemangat.


Begitu juga ketika saya menonton film atau membaca novel dengan cerita yang demikian menggugah. Hati saya tersentuh, tidak jarang sampai menangis. Pengaruhnya begitu luar biasa sehingga ketika usai menontonnya atau menutup halaman terakhir, saya bertekad untuk mencontoh nilai-nilai yang terkandung di sana, mengidolakan para tokohnya dan mengikuti jalan hidup mereka.

Yang menjadi masalah adalah… berapa lama hal itu bisa bertahan? Kalau sekedar pemuasan batin dan pengkayaan informasi di kepala, tanpa diikuti tindakan yang nyata secara berkesinambungan, istilah maturbasi emosional dan masturbasi spiritual menjadi sangat cocok, bukan?

Tuhan, saya tidak mau lagi.

“Happiness only real when shared.”
[Christoper McCandles, In to the Wild]

Garut, 07 Desember 2008

Popular posts from this blog

Always, Laila (Repackaged)

Maaf, Tak Diundang

Soerat Oendangan