Resolusi Tahun Baru

Selama delapan tahun terakhir, malam pergantian tahun saya lewati dengan tidur nyenyak dibarengi mimpi indah. Tidak ada itu pesta kembang api, hura-hura, euforia dan romantisme harapan tahun yang baru saja datang. Dalam hal ini, hati saya dingin dan datar saja. Nyaris memandang itu semua secara sinis, malah. Karena itu, tidak pernah saya repot-repot menyusun resolusi.

Tahun baru adalah hari libur sedunia. Tanggal merah. Merah hati. Hati-hati di jalan, sayang.

Resolusi adalah tingkat ketajaman sebuah gambar atau image. 800 x 480 adalah resolusi monitor laptop Asus EEPC milik saya yang kecil dan imut. Juga lucu. Tapi kalau marah, galaknya tiada dua.


Hanya saja, ada beberapa hal yang ingin saya lakukan di tahun mendatang. Hal-hal yang sulit saya lakukan di tahun sebelumnya. Ada sesuatu yang ingin saya kejar dan saya raih. Sungguh, ini bukan karena tahun baru, namun karena kesempatan yang baru ada di tahun ini. Kesibukan berkurang, waktu banyak luang. Jika mereka, kamu, kalian bersikeras menyebutnya “resolusi tahun baru”, anggap saja itu benar. Tak mau saya berdebat. Orang bijak bilang bahwa orang picik lebih suka berdebat. Orang yang dituduh picik bilang bahwa orang yang mengaku bijak pandai mencari alasan dan menyusun kata-kata mutiara. Dan saya bilang, jangan ribut. Malu sama tetangga.

#1 National Geographic
Saya ingin mulai membaca majalah tersebut secara berkala. Jatuh cinta saya pada foto-foto di sana. Tentang dunia-dunia yang suatu saat ingin saya kunjungi. Alam liar. Hutan perawan. Sungai belia. Gunung janda.

#2 Lari pagi dan Fitness
Ini bukan karena saya cowok metro. Atau kecentilan. Bukan bangga, tapi mandi saja cuma satu kali per duapuluh empat jam. Ada pun kenapa saya berencana rajin lari pagi dua kali seminggu dan mengikuti program fitness, itu tidak lebih karena saya ingin selalu bugar. Saya ingin tampak sehat dan segar meski di usia enampuluh tahun kelak. Tidak bikin malu cucu saya kalau kami berjalan beriringan.

#3 Kompromi
Pemaaf adalah sifat dasar saya. Bisa dibilang, susunan darah dan syaraf, serta struktur daging dan tulang saya disusun oleh maaf. Ransom maaf saya berlebih. Saya berikan pada siapa saja yang meminta. Tapi kompromi adalah soal lain. Kompromi adalah memaafkan kesalahan orang lain di mana orang itu tidak berhenti melakukan kesalahannya. Juga tidak menyesalinya. Memberi maaf tanpa diminta, mungkin istilah yang lebih tepat. Ini yang saya sulit lakukan. Saya benci orang yang menyakiti diri sendiri. Saya sangat benci orang yang menyakiti orang lain.

Orang bijak bilang, dalam beberapa hal, kompromi boleh dilakukan. Orang picik bilang, si orang bijak kali ini benar. Saya bilang, baiklah. Saya menurut saja.

#4 Belajar dan Mengajar
Sejak lulus sarjana, nyaris saya tidak pernah menggali ilmu kuliah lebih dalam dan mempelajari hal-hal baru. Saya pikir, saya sudah cukup pintar. Saya terlalu lugu telah mengira kepintaran saya sudah melebihi zaman ini. Karenanya, saya akan mulai kembali aktif membuka buku dan paper ilmiah, membacanya, mempelajarinya. Jika saya temukan kesalahan, akan saya koreksi. Lalu akan saya bagi ilmu itu dengan cuma-cuma. Untuk siapa saja yang meminta. Tua muda, tidak peduli. Bahkan dicuri pun, silakan saja. Saya tidak pernah pelit akan harta dan ilmu.

Saya cuma pelit kalau dimintai tanggung jawab. Belum merasakan enaknya, masa sudah diminta tanggung jawab.

# Berhenti merokok

Ah, itu sih…
Mmmm….
Yah, siapa tahu…

Selamat Tahun Baru 1430 H.



“Drop the last year into the silent limbo of the past. Let it go, for it was imperfect, and thank God that it can go.”
[Brooks Atkinson]

Popular posts from this blog

Always, Laila (Repackaged)

Maaf, Tak Diundang

Soerat Oendangan