Pernah, dong, ah...

Ada sebuah catatan yang masih segar dalam ingatan saya tentang sebuah kejadian. Berdua, kami duduk di sebuah meja bernaungkan tenda parasol. Jalan Bali nomor satu. Tepat tiga tahun lalu.

Apa yang bisa dibicarakan dua manusia selama dua belas jam tanpa henti?

Hidup, masa lalu dan mimpi.

Kamu, seorang perempuan yang paling saya percaya. Perempuan yang tak bisa berhenti untuk terus dicintai banyak orang. Dan saya, juga mereka, tidak pernah khawatir akan kamu buat terluka.


Kamu, perempuan yang kecantikannya tidak bisa ditangkap kamera. Canon, Philips, Minolta. Perempuan yang cintanya kamu bagi tanpa pandang bulu. Bulu kaki, bulu mata, hidung dan ketiak. Perempuan yang hatinya untuk semua yang mengenal tanpa pandang warna kulit. Putih, kuning, cokelat, abu, merah jambu. Perempuan yang begitu dikagumi anak-anak, diminati remaja, dimimpikan lelaki dewasa. Para orangtua berebut menjadikanmu mantu mereka.

Kamu, perempuan yang paling saya hormati. Hormat pramuka, hormat bendera. Perempuan yang paling sering mendengar saya tertawa, dan satu-satunya yang saya perlihatkan air mata.

Kamu, perempuan yang pernah saya ceritakan pada dunia.

Pernahkah saya katakan bahwa saya merasa begitu beruntung?





Tentu saja pernah…

Mmmm…

Sepertinya, belum…

Eh,

Pernah ngga, sih?



“I think we make a real sharp couple of coconuts – I’m dumb, you’re shy, whaddaya think, huh?”
[Rocky Balboa, Rocky


Bandung, 31 Desember 2008

Popular posts from this blog

Always, Laila (Repackaged)

Maaf, Tak Diundang

Soerat Oendangan